ETIKA DIGITAL DI UJUNG JARI: SAAT KEBEBASAN BEREKSPRESI BERBENTURAN DENGAN MORAL PUBLIK
Ketika Etika Ditinggalkan di Balik Layar
Media sosial, sebagai ruang publik baru, seharusnya menjadi wadah pertukaran gagasan secara rasional dan setara. Namun, realitas menunjukkan sebaliknya. Dalam kasus LM-RK, masyarakat cenderung bertindak impulsif: menyebarkan informasi tanpa verifikasi, memperbanyak konten pribadi, hingga menghakimi tanpa empati. Identitas anak yang seharusnya dilindungi, malah menjadi konsumsi publik demi sensasi. Analisis dari sudut pandang aksiologi cabang filsafat yang membahas nilai mengungkapkan krisis mendasar dalam komunikasi digital kita. Nilai-nilai seperti tanggung jawab, privasi, kejujuran, dan empati terkikis oleh kebutuhan untuk viral dan eksis.
Krisis Literasi Etika di Era Digital
Indeks Literasi Digital Indonesia memang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, namun aspek etika masih tertinggal jauh. Banyak pengguna media sosial memahami cara menggunakan teknologi, tetapi belum memahami bagaimana seharusnya berkomunikasi secara bermoral. Tanpa etika, media sosial berubah dari ruang diskusi menjadi arena penghakiman. Komentar tajam, meme sarkastik, dan konten provokatif lebih mendominasi dibandingkan dialog sehat yang penuh pertimbangan moral.
Filosofi Komunikasi: Membumikan Nilai di Dunia Maya
Tokoh-tokoh filsafat seperti Immanuel Kant, Jürgen Habermas, dan Emmanuel Levinas menawarkan landasan moral yang relevan untuk konteks digital saat ini. Kant menekankan niat baik dan tanggung jawab universal. Habermas mengajak pada diskursus rasional dan setara. Levinas mengingatkan kita untuk selalu menghormati “wajah orang lain”. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini dalam komunikasi digital, masyarakat dapat membangun ruang virtual yang lebih manusiawi dan adil.
Menuju Budaya Komunikasi yang Bertanggung Jawab
Sudah saatnya kita memaknai kembali kebebasan berekspresi bukan sebagai hak absolut, melainkan sebagai tanggung jawab sosial. Pemerintah, institusi pendidikan, dan platform digital perlu bersinergi mengembangkan literasi etika digital yang holistik. Lebih dari sekadar aturan, etika harus menjadi kesadaran kolektif. Karena di balik setiap komentar, ada manusia yang layak dihormati. Dan di balik setiap unggahan, ada nilai yang harus dipertanggungjawabkan.
Komentar
Posting Komentar